jarimah pencurian (sariqah) dan perampokan (hirabah)



1.      Pengertian Jarimah Sariqah (Pencurian)
Sariqah adalah bentuk masdhar dari kata سَرَقَ – يْسْرِ قُ – سَرَ قَا  dan secara etimologis berarti اَخَذَ مَا لَهُ خُفْيَةَ و حِيْلَةً mengambil harta milik seseorang secara sembunyi – sembunyi dan dengan tipu daya.[1] Sementara itu, secara terminologis definisi sariqah dikemukakan oleh beberapa ahli berikut:
a.       Ali bin Muhammad Al-Jurjani
Sariqah dalam syariat Islam yang pelakunya harus diberi hukuman potong tangan adalah mengambil sejumlah harta senilai sepuluh dirham yang masih berlaku, disimpan di tempat penyimpanannya atau dijaga dan dilakukan oleh seorang mukallaf secara sembunyi – sembunyi serta tidak terdapat unsur syuhbat, sehingga kalau barang itu kurang dari sepuluh dirham yang masih berlaku maka tidak dapat dikategorikan sebagai pencurian yang pelakunya diancam hukuman potong tangan.[2]
b.      Muhammad Al-Khatib Al-Syarbini (ulama mazhab Syafi’i)
Sariqah secara bahasa berarti mengambil harta (orang lain) secara sembunyi – sembunyi dan secara istilah syara’ adalah mengambil harta orang lain secara sembunyi – sembunyi dan zalim, diambil dari tempat penyimpanannya yang bisa digunakan untuk menyimpan dengan berbagai syarat.
c.       Wahbah Al-Zuhaili
Sariqah ialah mengambil harta milik orang lain dari tempat penyimpanannya yang biasa digunakan untuk menyimpan secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi. Termasuk dalam kategori mencuri adalah mencuri-curi informasi dan pandangan jika dilakukan dengan sembunyi-sembunyi.[3]
d.      Abdul Qadir Audah
Ada dua macam sariqah menurut Islam, yaitu sariqah yang diancam dengan had dan sariqah yang diancam dengan ta’zir. Sariqah yang diancam dengan had dibedakan menjadi dua macam yaitu pencurian kecil dan pencurian besar. Pencurian kecil yaitu mengambil harta milik orang lain secara diam-diam. Sementara itu, pencurian besar ialah mengambil harta milik orang lain dengan kekerasan. Pencurian jenis ini juga disebut perampokan.[4]
Dari beberapa rumusan definisi sariqah diatas, dapat disimpulkan bahwa sariqah ialah mengambil barang atau harta orang lain secara sembunyi – sembunyi dari tempat penyimpanannya yang biasa digunakan untuk menyimpan barang atau harta kekayaan tersebut.[5]
Melengkapi definisi diatas, Abdul Qadir Audah memberikan penjelasan sebagai berikut:Perbedaan antara pencurian kecil dan pencurian besar; pencurian kecil ialah pengambilan harta kekayaan yang tidak disadari oleh korban dan dilakukan tanpa izin. Pencurian kecil ini harus memenuhi dua unsur tersebut secara bersamaan. Kalau salah satu dari kedua unsur tersebut tidak ada, tidak dapat disebut pencurian kecil. Jika ada seseorang yang mencuri harta benda dari sebuah rumah dengan disaksikan si pemilik dan pencuri tidak menggunakan kekuatan fisik dan kekerasan, maka kasus seperti ini tidak termasuk pencurian kecil, tetapi penjarahan.
Demikian juga seseorang yang merebut harta orang lain, tidak termasuk dalam jenis pencurian kecil, tetapi pemalakan atau perampasan; semuanya termasuk ke dalam lingkup pencurian. Meski demikian, jarimah tidak dikenakan hukum had tetapi hukuman ta’zir. Seseorang yang mengambil harta dari sebuah rumah dengan direlakan pemiliknya dan tanpa disaksikan olehnya, tidak dapat dianggap pencuri.

2.      Unsur Jarimah Pencurian
Sesuai dengan definisinya unsur pencurian adalah mengambil harta orang lain secara diam-diam,yang diambil berupa harta, harta yang diambil merupakan milik orang lain dan ada itikad tidak baik.
a.       Mengambil harta secara diam-diam
Yang dimaksud dengan mengambil harta secara diam-diam adalah mengambil barang tanpa sepengetahuan pemiliknya dan tanpa kerelaannya, seperti mengambil barang dari rumah orang lain ketika penghuninya sedang tidur. Pengambilan harta itu dapat dianggap sempurna, jika:
1)      Pencuri mengeluarkan harta dari tempatnya
2)      Barang yang dicuri itu telah berpindah tangan dari pemiliknya
3)      Barang yang dicuri itu telah berpindah tangan ke tangan si pencuri
Bila salah satu syarat diatas tidak terpenuhi, maka pengambilan tersebut tidak sempurna. Dengan demikian hukumannya bukan had, melainkan ta’zir.

b.      Barang yang dicuri berupa harta
Disyaratkan yang dicuri itu berupa harta:
1)      Yang bergerak, karena pencurian mempunyai makna perpindahan harta yang dicuri dari pemilik kepada pencuri.
2)      Berharga, maksudnya adalah bahwa barang tersebut berharga bagi pemiliknya, bukan dalam pandangan pencurinya.
3)      memiliki tempat penyimpanan yang layak
4)      sampai nisab.

c.       Harta yang dicuri itu milik orang lain
Disyaratkan dalam pidana pencurian bahwa sesuatu yang dicuri itu merupakan milik orang lain. Yang dimaksud dengan milik orang lain adalah bahwa harta itu ketika terjadinya pencurian adalah milik orang lain dan yang dimaksud dengan waktu pencurian memindahkan harta dari tempat penyimpanannya. Atas dasar ini, maka tidak ada hukuman had dalam pencurian terhadap harta yang status pemilikannya bersifat syubhat.
Barang-barang yang pada asalnya tidak ada pemiliknya boleh diambil, akan tetapi jika sudah ada dalam penguasaan seseorang atau Ulul Amri maka dianggap telah ada pemiliknya. Sedangkan harta yang sengaja ditinggalkan atau dibuang pemiliknya adalah sama dengan harta yang tidak ada pemiliknya.

d.      Ada itikad tidak baik
Adanya itikad tidak baik seorang pencuri terbukti bila ia mengetahui bahwa hukum mencuri itu adalah haram dan dengan perbuatannya itu ia bermaksud memiliki barang yang dicurinya tanpa sepengetahuan dan kerelaan pemiliknya.[6]

3.      Syarat Jarimah Pencurian
Dalam memberlakukan sanksi potong tangan, harus diperlihatkan aspek-aspekpenting yang berkaitan dengan syarat dan rukunnya. Dalam masalah ini Shalih Sa’id Al-Haidan, dalam bukunya Hal Al-Muttaham Fi Majlis Al-Qada,  mengemukakan lima syarat untuk dapat diberlakukannya hukuman ini, yaitu:
a.       Pelaku telah dewasa dan berakal sehat. Kalau pelakunya sedang tidur, anak kecil, orang gila, dan orang dipaksa tidak dapat dituntut.
b.      Pencurian tidak dilakukan karena pelakunya sangat terdesak oleh kebutuhan hidup. Contohnya adalah kasus seorang hamba sahaya milik Hatib Bin Abi Balta’ah yang mencuri dan menyembelih seekor unta milik seseorang yang akhirnya dilaporkan kepada Umar Bin Al-Khaththab. Namun, Umar justru membebaskan pelaku karena ia terpaksa melakukannya.
c.       Tidak terdapat hubungan kerabat antara pihak korban dan pelaku, seperti anak mencuri harta milik ayah atau sebaliknya.
d.      Tidak terdapat unsur syubhat dalam hal kepemilikan, seperti harta yang dicuri itu menjadi milik bersama antara pencuri dan pemilik.
e.       Pencurian tidak terjadi pada saat peperangan dijalan Allah. pada saat seperti itu, Rasulullah tidak memberlakukan hukuman potong tangan, meskipun demikian jarimah ini dapat diberikan sanksi dalam bentuk lain seperti dicambuk atau dipenjara.[7]

4.      Sanksi Jarimah Pencurian
Dalam tidak pidana pencurian, para ulama mempermasalahkan ganti rugi dan sanksi. Menurut Imam Abu Hanifah, ganti rugi dan sanksi itu tidak dapat digabungkan, artinya bila pencuri sudah dikenal sanksi hukuman had, maka baginya tidak ada keharusan untuk membayar ganti rugi. Alasanya, al-Qur’an hanya menyebutkan masalah sanksi saja, sebagaimana disebutkan di atas. Selain itu, jika pencuri harusmembayar ganti rugi, maka seakan-akan harta itu adalah miliknya.
Akan tetapi mazhab Hanafi pada umumnya berpendapat bahwa pemilik harta itu boleh meminta dikembalikannya harta itu setelah pencurinya dikenai sanksi hukuman bila harta itu masih ada, baik masih berada di tangan pencuri maupun telah berpindah ke tangan orang lain, maka orangtersebut dapat meminta ganti rugi kepada pencuri.
Menurut Imam Syafi’I dan Imam Ahmad, sanksi dang anti rugi itu dapat digabungkan. Alasannya, pencuri melanggar dua hak, dalam hal ini hak Allah berupa keharaman mencuri dan hak hamba berupa pengambilan atas harta orang lain. Oleh karena itu, pencuri harus mempertanggungjawabkan akibat dua hak ini, jadi pencuri itu harus mengembalikan harta yang dicurinya bila masih ada dan harus membayar ganti rugi bila hartanya sudah tidak ada. Selain itu, ia harus menanggung sanksi atas perbuatannya. Inila yang disebut dengan prinsip dhaman di kalangan ulama.
Dengan demikian, sesungguhnya para ulama sepakat bahwa bila harta yang dicuri itu masih ada di tangan pencuri, maka ia harus mengembalikannya. Hanya mereka berbeda pendapat bila harta yang dicuri itu telah tidak ada ditangan pencuri. Apakah pencuri itu hanya dikenai had saja, ataupun disertai dengan kewajiban membayar ganti rugi? Adapun dasar hukum potong tangan terdapat firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 38
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Laki – laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Hukuman potong tangan ini tidak dapat dimaafkan, jika perkaranya sudah diserahkan dan ditangani oleh Ulul Amri. Berkenaan dengan anggota badan yang dipotong dan batas pemotongannya, para ulama berbeda pendapat.
a.       Imam Malik dan Imam Syafi’I berpendapat pada pencurian pertama yang dipotong adalah tangan kanan, pada pencurian kedua yang dipotong adalah kaki kiri, pada pencurian yang ketiga yang dipotong adalah tangan kiri, pada pencurian ke empat yang dipotong adalah tangan kanan. Jika pencuri masih mencuri yang kelima kalinya maka dipenjara sampai dia bertobat.
b.      Atha berpendapat bahwa pencurian yang pertama dipotong tangannya, dan mencuri yang kedua kalinya dihukum ta’zir.
c.       Mazhab Zhahiri berpendapat bahwa pada pencurian pertama dipotong tangan kanannya, pada pencurian kedua dipotong tangan kirinya, pada pencurian ketiga dikenai hukuman ta’zir.
d.      Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa pada pencurian pertama pencuri dipotong tangan kanannya, pada pencurian kedua dipotong kaki kirinya, pencurian ketiga dipenjara sampai tobat.
Salah satu hal yang disepakati oleh para ulama adalah bahwa kewajiban potong tangan itu dihapus, jika tangan yang akan dipotong itu telah hilang sesudah pencurian terjadi.
Batas pemotongan menurut Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Ahmad dan Zahiri adalah dari pergelangan tangan ke bawah, begitupula bila yang dipotong kakinya. Alasannya adalah batas minimal anggota yang disebut tangan dan kaki adalah telapak tangan atau kaki dengan jari-jarinya. Selain itu Rasulullah melakukan pemotngan tangan pada pergelangan tangan pencuri.[8]

5.      Cara Pembuktian dan Pelaksanaan Hukuman Jarimah Pencurian
Cara pembuktian pencurian yaitu:
a.       Dengan saksi
Saksi yang diperlukan untuk membuktikan tindak pidana pencurian minimal dua orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Apabila saksi kurang dari dua orang maka pencuri tidak dikenai hukuman.
b.      Dengan dengan pengakuan
Pengakuan merupakan salah satu alat bukti untuk tindak pidana pencurian. Menurut Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan Zhahiriyah pengakuan cukup dinyatakan satu kali dan tidak perlu diulang-ulang. Akan tetapi menurut pendapat Imam Abu Yusuf, Imam Ahmad, dan Syiah Zaidiyah bahwa pengakuan harus dinyatakan sebanyak dua kali.
c.       Dengan sumpah
Dikalangan Syafi’iyah berkembang suatu pendapat bahwa pencurian bisa juga dibuktikan dengan sumpah yangdikembalikan. Apabila dalam suatu peristiwa pencurian tidak ada saksi atau tersangka tersebut tidak mau bersumpah mengakui perbuatannya, maka sumpah bisa dikembalikan kepada si penuntut (pemilik barang). Dan jika si penuntut mau disumpah maka si pencuri yang tidak mau disumpah tadi akan dikenai hukuman had.Namun alat bukti yang satu ini tidak begitu kuat untuk dijadikanalat bukti. Sebab sumpah yang dikembalikan untuk tindak pidana pencurian merupakan tindakan yang riskan dan kurangtepat, karena hukuman sariqah ini sangat berat sehingga diperlukan ketelitian dan kecermatan dalam pembuktiannya

6.      Pengertian Jarimah Hirabah (Perampokan)
Menurut Prof. Drs. H. A. Djazuli dalam bukunya yang berjudul Fiqh Jinayah, hirabah adalah suatu tindak kejahatan yang dilakukan secara terang – terangan dan disertai dengan kekerasan. Para fuqaha berbeda pendapat dalam mendefinisikan jarimah perampokan diantaranya:[9]
1.    Pendapat Syafi’iyyah : mengambil harta/ membunuh/ menakut – nakuti yang dilakukan dengan sengaja di tempat yang jauh dari pertolongan.
2.    Pendapat Malikiyah : mengambil harta dengan cara penipuan baik menggunakan kekuatan maupun tidak.
3.    Pendapat Hanafiyah : perbuatan mengambil harta secara terang – terangan dari orang yang melintasi jalan dengan syarat memiliki kekuatan.
Jadi, Hirabah adalah suatu tindakan kejahatan ataupun pengerusakan dengan menggunakan senjata / alat yang dilakukan oleh manusia secara terang – terangan dimana saja baik dilakukan satu orang atau berkelompok tanpa mempertimmbangkan dan memikirkan siapa korbannya disertai dengan tindak kekerasan.

7.      Unsur Jarimah Perampokan
Unsur jarimah hirabah adalah keluar untuk mengambil harta, dilakukan di jalan umum atau di luar pemukiman korban, dilakukan secara terang – terangan, serta adanya unsur kekerasan atau ancaman kekerasan.
Perbedaan yang asasi antara pencurian dan perampokan terletak pada cara pengambilan harta yakni pencurian dilaksanakan secara diam-diam sedangkan dalam perampokan dilakukan secara terang-terangan atau disertai dengan kekerasan. Teknis operasional perampokan itu ada beberapa kemungkinan, yaitu:
a.       Seseorang pergi dengan niat untuk mengambil harta secara terang-terangan dan mengadakan intimidasi, namun ia tidak jadi mengambil harta dan tidak membunuh.
b.      Seseorang berangkat dengan niat untuk mengambil harta dengan terang-terangan dan kemudian mengambil harta termaksud tetapi tidak membunuh.
c.       Seseorang berangkat dengan merampok, kemudian membunuh tetapi tidak mengambil harta korban.
d.      Seseorang berangkat untuk merampok kemudian ia mengambil harta dan membunuh pemiliknya.
Keempat kemungkinan diatas semuanya termasuk perampokan selama yang bersangkutan berniat untuk mengambil harta dengan terang-terangan.[10]

8.      Syarat Perampokan
Adapun syarat harta yang diambil dalam perampokan adalah sama dengan syarat harta yang diambil dalam pencurian. Imam Abu Hanifah mensyaratkan tempat perampokan itu harus di Negara Isam. Hal ini berkaitan dengan teorinya yang menyatakan bahwa penerapan hukum islam itu hanya mungkin terjadi di Negara muslim. Perampokan itu harus di luar kota dan jauh dari keramaian, karena di tempat yang ramai biasanya tidak terjadi perampokan.
Imam Malik dan Imam Syafi’I tidak membedakan antara perampokan di tempat yang ramai dengan perampokan di tempat yang sunyi, hanya Imam Syafi’I mensyaratkan bahwa perampokan itu terjadi di tempat yang sulit bagi korban untuk minta tolong.
9.      Sanksi Perampokan
a.       Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad berbeda-beda sanksi perampokan berdasarkan perbuatannya. Bila ia hanya mengintimidasi, tanpa mengambul harta dengan kekerasan, namun tidak membunuh, maka sanksinya adalah potong tangan dan kakinya secara silang. Bila hanya membunuh tanpa mengambil harta maka sanksinya adalah hukum mati. Menurut Imam Malik sanksi perampokan diserahkan kepada imam untuk memilih salah satu hukuman yang akan dijatuhkan pada pelaku perampokan.
b.      Sanksi kedua bagi perampok adalah dipotong tangan  dan kakinya antara bersilang, yaitu tangan kanan dan kaki kiri. Sanksi tersebut diancamkan pada perampok yang mengambil harta dengan paksa namun tidak membunuh.
c.       Sanksi ketiga dihukum mati, yaitu bila seorang perampok membunuh tapi tidak mengambil harta.
d.      Sanksi ke empat yaitu di hukum mati lalu disalip, sanksi ini diancamkan terhadap perampom yang membunuh dan mengambil harta.
Adapun dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan ganti rugi dan teori al –tadakhul, pendapat para ulama dalam hal ini sama dengan dalam kasus pencurian.[11]

10.  Cara Pembuktian dan Pelaksanaan Hukuman
Cara pembuktian permpokan:
a.       Dengan saksi
Saksi yang diperlukan untuk membuktikan tindak pidana perampokan sama halnya dengan jumlah saksi pada jarimah sariqah, yaitu minimal dua orang laki-laki atau seoranglaki-laki dan dua orang perempuan. Apabila saksi kurang dari dua orang maka pencuri tidak dikenai hukuman. Saksi bisa diambil dari para korban atau orang-orang yang terlibat langsung dalam kejadianperampokan.
b.      Dengan dengan pengakuan
Pengakuan seorang perampok merupakan salah satu alat bukti untuk tindak pidana perampokan. Menurut Jumhur Ulama pengakuan cukup dinyatakan satu kali dan tidak perlu diulang-ulang. Akan tetapi menurut pendapat Imam Abu Yusuf dan Hanabilah bahwa pengakuan harus dinyatakan sebanyak dua kali.
Hukuman terdapat dalam surat al maidah ayat 33
            Sewaktu menjelaskan sebab-sebab turunya asbab al-nuzul ayat ini Imam Bukhari meriwayatkan bahwa beberapa orang dari suku Ukul datang menghadap Nabi SAW di madinah.


[1]A.W.Munawwi. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap.  (Surabaya: Pustaka Progressif. 1997). hlm.628
[2]Ali bin Muhammad Al-Jurjani. Kitab Al-ta’rifat, (Jakarta: Dar Al – Hikmah), hlm. 118.
[3]Wahbah Al-Zuhaili.Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh. (Beirut: Dar Al-Fikr. 1997).  hlm.5422.
[4]Abdul Qadir Audah. Al-Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islami.(Beirut: Mu’assasah Al-Risalah. 1992). hlm.514
[5]M.Nurul Irfan. Korupsi dalam Hukum Pidana Islam.(Jakarta: Amzah. 2012).  hlm.117.
[6]H.A.Dzajuli. Fiqih Jinayah. (Jakarta: PT Raja Grafindo. 1997). Hlm. 73-80
[7]M. Nurul Irfan. Fiqih Jinayah. (Jakarta: Amzah. 2013). Hlm. 113-114
[8]H.A.Dzajuli. Fiqih Jinayah. (Jakarta: PT Raja Grafindo. 1997). Hlm. 80-84
[9] Enceng Arif Faizal, Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Jinayah (Asas – asas Hukum Pidana Islam), (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004), 151-152.
[10]H.A.Dzajuli. Fiqih Jinayah. (Jakarta: PT Raja Grafindo. 1997). Hlm. 87
[11]H.A.Dzajuli. Fiqih Jinayah. (Jakarta: PT Raja Grafindo. 1997). Hlm. 89-91

Komentar

  1. The King Casino - Herzaman in the Aztec City
    The King Casino in https://febcasino.com/review/merit-casino/ Aztec City is the place where you can sporting100 find and kadangpintar play for herzamanindir.com/ real, real money. Enjoy a memorable stay at worrione this one-of-a-kind casino

    BalasHapus
  2. "Get the latest updates on crime news in your area! Sign up for our daily newsletter!" for complete information visit our website here https://wakbulu279.wixsite.com/berita-kriminal-news

    BalasHapus

Posting Komentar